Bertualang sejauh mata memandang,
mengayuh sejauh lautan terbentang, dan berguru sejauh alam terkembang
Judul: Rantau 1 Muara
Pengarang: Ahmad Fuadi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman: x + 407
ISBN: 978-979-22-9473-6
Memiliki pendidikan yang bagus, dan
pengalaman yang banyak ternyata tidak menjamin kelancaran seseorang untuk
mendapatkan pekerjaan. Setidaknya begitulah yang dihadapi oleh Alif Fikri pada
awal – awal kisah hidupnya setelah diwisuda di Unpad, dalam novel ketiga
trilogi Negeri 5 Menara ini. Alif ternyata harus menerima kenyataan diwisuda
pada saat yang tidak tepat. Pekerjaannya sebagai penulis tetap yang awalnya
bisa menopang kehidupan dia dan keluarganya dikampung ternyata tak berlangsung
lama. Tahun 1998 dalam keadaan politik dan ekonomi yang semakin tidak menentu,
Alif harus berjuang cukup keras untuk akhirnya bisa diterima menjadi kuli tinta
dimajalah lokal dengan bayaran pas-pasan.
Seperti novel sebelumnya, Novel
Rantau 1 Muara yang judulnya seakan mengikuti pola dari awal ini
menitikberatkan kisahnya pada perjuangan hidup untuk cinta dan cita – cita.
Dimajalah tempat dia bekerjalah, akhirnya Alif bisa menemukan sosok pengganti
Raisa yang sudah menjadi istri sahabatnya sendiri, Randai. Gadis itu adalah
Dinara, salah satu wartawan ditempat Alif bekerja. Namun kembali Alif harus
mengalami pergolakan batin dalam mengartikan kedekatannya dengan gadis yang
juga keturunan minang itu. Hingga akhirnya mereka harus berpisah karena Alif
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya ke Amerika, Alif masih belum
bisa membaca tanda-tanda yang diperlihatkan Dinara.
Mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan
S2 ke Amerika juga bukan tanpa kendala. Walau dengan segudang prestasi dan
pengalaman dalam mendapatkan beasiswa-beasiswa sebelumnya, tak mudah bagi Alif
untuk mendapatkan. Dia harus merasakan penolakan berkali-kali. Namun itu tentu
saja tidak mematahkan semangatnya untuk mencapai apa yang dia mau. Juga dalam
semangat memenangkan persaingannya dengan Randai sebagai orang pertama yang
mendapatkan gelar S2 diantara mereka, Alif terus berusaha. Dengan bantuan
sahabat-sahabatnya, termaksud Dinara, dia sukses mendapatkan apa yang dia mau.
Perjuangan mendapatkan cinta sejati
dari Dinara tak berhenti sampai disitu. Walaupun sudah jauh terpisah, Alif dan Dinara tetap berkomunikasi. Hingga akhirnya
Alif memiliki keberanian untuk menyampaikan niatnya untuk mempersunting gadis
keturunan minang yang dia taksir itu. Mendapatkan jawaban iya dari Dinara
memang cukup mudah, tapi mendapatkan persetujuan dari Ayah Dinara harus
membutuhkan usaha yang besar. Namun akhirnya mereka menikah dan melanjutkan
kehidupan mereka berdua di Amerika.
Hidup di Amerika membawa Alif akhirnya
memiliki sahabat-sahabat baru setanah air, salah satunya Mas Garuda yang sudah
menganggapnya adik sendiri. Namun peristiwa paling memilikukan yang
mengancurkan gedung WTC pada tanggal 11 September 2001 membuat Alif harus
kehilangan orang yang sudah dia anggap abangnya ini. Cukup lama Alif larut
dalam kesedihan.
Tamat S2 di Amerika tentu saja
membawa nasib baik bagi Alif. Dia dan Dinara diterima bekerja pada sebuah Koran
Amerika. Ini akhirnya mengubah kehidupan mereka secara ekonomi. Kesenangan hidup di Amerika
membuat Alif awalnya tak berpikir untuk kembali ketanah airnya, Indonesia.
Dengan desakan dari Dinara, dan meresapi kata – kata dari orang-orang
terdekatnya, akhirnya Alif memutuskan untuk meninggalkan segala kesenangan itu
dan melanjutkan hidup baru di Indonesia. Itulah makna dari judul Rantau 1 Muara
itu sendiri, yaitu sejauh apapun merantau, pada akhirnya harus kembali lagi ke
tanah air, Indonesia.
Seperti novel- novel sebelumnya,
dalam novel ketiga ini, Fuadi juga menyelipkan mantra-mantra dahsyatnya dalam
mencapai cita-cita. Seperti di novel Negeri 5 Menara yang terkenal dengan “Man
Jadda Wajada” – Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil atau di Novel Ranah
3 Warna dengan “Man Shabara Zhafira" – Siapa yang bersabar akan beruntung, dan
novel ini memperkenalkan mantra baru “Man Saara Ala Darbi Washala” – Siapa yang
berjalan di jalannya akan sampai ke tujuan. Mantra – mantra yang Fuadi
perkenalkan di novel-novelnya ini sangat inspiratif dan menjadi nilai plus
dikarya – karyanya.
Konflik demi konflik dalam novel karya
Ahmad Fuadi ini disampaikan dalam alur yang cepat, terutama dibagian awal dan
akhir. Pembaca tidak akan cepat bosan ketika membaca novel ini karena selalu
ada konflik baru yang akan ditemukan setelah membaca beberapa halaman saja.
Latar belakang Fuadi yang merupakan
seorang wartawan membuat cerita ini diceritakan dengan narasi yang jelas yang
tidak membosankan atau membingungkan pembaca. Namun cerita ini sendiri
tergolong agak mirip dengan novel sebelumnya, Ranah 3 Warna. Bagian awal
merupakan kisah dan perjuangan di Indonesia, serta bagian akhir merupakan kisah
di Luar negeri. Temanya pun tergolong
mirip yaitu cita-cita dan cinta. Hal ini membuat pembaca pada akhirnya, jadi
semakin mudah menebak – nebak konflik demi konflik. Selain itu, jika harus
membandingkan kedua novel yang berstruktur agak sama ini, saya lebih suka Ranah
3 Warna karena Rantau 1 Maura jadi terkesan “sama saja” dengan sebelumnya.
Namun terlepas dari struktur plotnya yang tergolong mirip, suasana orde baru di
awal- awal kisah membuat novel ini menjadi cukup istimewa. Suasana Amerika yang
digambarkan dengan pas juga membuat kesan “sama saja” tersebut jadi sedikit
memudar.
Kesenangan hidup yang ditawarkan
Amerika pada Alif menjadi konflik yang cukup menarik. Bagaimana seseorang anak
bangsa bisa larut dengan apa yang negeri orang berikan padanya, sehingga
membuat dia lupa segala hal, termaksud keluarga dan tanah airnya sendiri.
Proses-proses yang membuat dia akhirnya sadar cukup menarik dan beralasan
logis, akan tetapi proses – proses itu terkesan dibiarkan menumpuk satu sama
lain dibagian akhir novel, mulai dari mendengar cerita teman – temannya, dan
berdiskusi dengan salah satu ustad di KBRI. Kesannya semua orang itu disengaja
ditugaskan secara massive dan sekaligus bersama-sama untuk merubah pikirannya. Saya
pribadi lebih suka konflik besar seperti itu diselesaikan dengan proses demi
proses yang berjarak.
Selain itu, ada beberapa bahasa asing
dan daerah yang tidak diterjemahkan. Tentu saja tidak semua pembaca paham
bahasa inggris dan bahasa minang atau bahasa daerah lainnya. Dari cetakan
pertama yang saya dapatkan ini, dibeberapa halaman bahasa inggris, dan bahasa
daerah ada yang tidak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Saya mungkin bisa
mengerti kedua bahasa tersebut, tapi tidak semua pembaca memahaminya.
Saya punya sedikit kritik untuk cover
novel ini. Angka satu dalam judul Rantau 1 Muara dibuat seperti arus air. Latar
belakang cover yang berupa lautan atau sungai dengan perahu dibagian bawah,
bisa saja membuat pembaca yang tidak tau menganggap angka satu itu tidak ada
karena dikira cuma sebuah arus air. Sepupu saya mengalami kejadian ini, dia
menganggap judul novel ini Hanya Rantau Muara.
Demikian dulu resensi novel Rantau 1
Muara dari A. Fuadi. Semoga bisa menjadi bahan rujukan untuk pembaca pecinta
karya sastra Indonesia. Semoga review ini bisa memberikan sedikit kontribusi
pada kemajuan sastra Indonesia. Jika teman – teman memiliki pandangan lain, dan
ingin berdiskusi, saya sangat mengharapkannya untuk perbaikan resensi-resensi
novel saya kedepannya. Terimakasih!
2 komentar:
Resensinya bagus..layak nih diikutkan lomba resensi Kompasiana.com: "Ikuti Lomba Resensi dan Peluncuran Novel “Rantau 1 Muara”
@anonim: Terimakasih atas informasinya :D
Posting Komentar
Tuliskan komentarnya disini ya...