Aku
menyibak tirai jendela kamar kos ku ke samping kanan. Dari luar sana tampak
beberapa perempuan muda lalu lalang dengan pakaian menantang. Berjalan
berlenggak lenggok mencoba mengimbangi sepatu high hilnya yang amat tinggi.
Dandanan serba menor sudah tertempel diwajah belianya. Selain itu, beberapa
yang sudah cukup berumur juga ada. Mereka menenteng setumpuk foto – foto gadis –
gadis remaja yang siap dijajakan. Itu mami – mami nya, penguasa tempat ini.
Pakaiannya tak kalah menantang, namun dengan tampangnya yang cukup menakutkan.
Jam
sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tempat ini sudah beroperasi. Bilik – bilik dari
papan seadanya sudah beberapa kali dimasuki lelaki – lekaki haus yang sedang
mencari pelepas dahaga. Beberapa germo ditepi jalan tampak sedang melambai –
lambai ke arah kendaraan yang lalu lalang didekat sini. Cukup rame, beberapa
ada yang tergiur, namun cukup banyak juga yang tak menghiraukan panggilan –
panggilan itu. Dari kejauhan tampak seorang bapak – bapak gendut keluar dari
mobil sedan hitamnya, lalu menghampiri seorang germo yang tampak sudah
mengenalnya. Wajahnya sumbringah, tertawa lepas penuh rayu memberi setumpuk
foto kebapak itu. Tak lama memilih, bapak itu menentukan mangsanya malam ini. Sang
mami lalu memanggil seorang gadis remaja jangkung keluar dari markasnya, yang
lalu mengikuti sang bapak kedalam mobil itu. Mobil itu melaju cepat, seolah tak
sabar.
Pemandangan
ini amat baru bagiku. Bukan saja pemandangan neraka yang tersuguh tepat didepan
kamar kos kecil ini, tetapi juga suasana dikamar ini. Baru kali pertamanya aku
menghirup nafas semalam ini bukan dikamar ku sendiri. Aku benar – benar terdampar
pada suatu keadaan yang sangat berbeda. Dimana kamar bersih yang dingin itu,
kini digantikan dengan suasana sumpek yang dikelilingi hawa neraka. Namun
disinilah aku akan mulai mencari kehidupan luar yang selama ini tak bisa ku
akses. Aku tak berniat menjadi hitam, namun hanya sekedar untuk mengenal hitam,
sehingga akhirnya menyadari bahwa didunia ini tak hanya ada satu warna. Satu
warna itu yang dihajarkan oleh orang tuaku, dan cuma sebatas itu yang aku tau.
Aku
kembali menutup tirai jendela kamar kos ku, lalu berjalan menghampiri kasur
gulung tipis yang dipinjamkan oleh sang pemilik kos. Disamping kasur itu
teronggok sebuah tas berwarna hitam yang tampat menggendut disesaki baju – baju
yang aku jajal sekenanya. Aku lalu membuka resleting depan tas itu, dan
mengeluarkan sebuah foto ukuran sedang yang ku ambil dari kamar orang tua ku
saat itu. Keluarga kecilku terpampang difoto itu. Kembali air mata menetas
tanpa disuruh, mengalir deras menyusuri lekuk pipi. Aku mencoba untuk tidak
terisak. Aku sudah memutuskan, dan perjalanan ini harus dimulai. Tak lama,
hanya sampai selesai SPMB, atau mungkin sampai aku menemukan warna – warna
kehidupan yang aku cari.
***
Aku
selesai mengerjakan beberapa contoh soal SPMB tepat pukul 3 malam. Mataku belum
juga mengantuk sepagi itu. Akumulasi perasaan bersalah, digabung dengan
semangat menggebu – gebu untuk lulus SPMB dijurusan yang aku suka, akhirnya
memaksa otakku untuk mengatakan bahwa aku tidak harus tidur malam ini. Lelah
mengerjakan soal – soal yang lumayan banyak dibuku kisi – kisi soal SPMB baru
yang aku beli kemaren untuk menggantikan buku yang beberapa hari sebelumnya
dikoyak – koyak papa didepanku, aku memutuskan untuk mencari udara dingin
sejenak diluar. Para wanita – wanita penjaja birahi itu masih berkeliaran,
beberapa tamu masih ada yang datang, namun jalanan sudah sunyi. Hanya beberapa
kendaraan yang memang sengaja singgah disini yang terdengar. Germo – germo yang
berdiri di tepi jalan juga tampak sudah berkurang, tinggal satu orang saja yang
terlihat, dimanding tadi yang berjumlah sekitar 5 orang.
Aku
memutuskan untuk duduk dibangku panjang didepan jendela kamar kos ku. Aku lalu
melamun memandangi bilik – bilik kecil yang disusun rapi didepan sana. Tak
terlalu dekat memang dengan kos ku, tapi bisa terlihat dengan jelas dari tempat
ku duduk ini, atau tadi dari balik jendela kecil kamar ku. Satu atau dua pria
tampak keluar dari bilik itu sambil membetulkan posisi celana jeannya. Ada juga
yang tampak masih memegangi selangkangannya. Beberapa saat kemudian tampak
wanita – wanita keluar juga dari bilik itu sambil membetulkan pakaian atau
rambut mereka yang berantakkan.
Aku
tersentak dari lamunan ketika menyadari seseorang wanita dewasa berpakaian
seksi membuka pintu rumah tempat kos ku. Aku memperhatikan wanita itu dengan
seksama, hingga akhirnya menyadari siapa dia saat wanita itu mulai bersuara.
“belum tidur? Ngapain disini? bahaya anak kecil berada diluar jam segini
ditempat seperti ini pula” katanya. Itu ibu kos ku yang sebelumnya aku temui
saat bertransaksi menyewa kamar kosong dirumahnya.
“Oh..
ibuk.. Cuma cari angin aja buk… Nggak bisa tidur.” Jawabku jujur dengan terbata
– bata. Aku benar – benar kaget saat menyadari kalau ibuk ini adalah salah satu
germo yang ku amati tadi.
Ibu
maya, ibu kos ku itu, mendekat, lalu duduk disampingku. Dia tampak diam
sejenak, lalu akhirnya mulai bersuara lagi beberapa saat kemudian. “Kamu baru
tamat SMA kan?” tanyanya memulai.
“Iya
buk” jawabku penasaran. Aku tak menoleh kearahnya. Tampangnya cukup menakutkan
dengan dandanan menor seperti itu. Jauh berbeda dengan dia yang aku temui sore
tadi.
“Hmm..
berarti seumuran dengan anak ibuk” lanjutnya
“Jadi..
ibuk punya anak? Kok aku nggak lihat dari tadi. Dimana dia?” tanya ku mulai
penasaran.
“
Dia nggak tinggal disini. Dia dikampung. Tinggal sama adik ibuk” jawabnya
“oo..”
“Ya
sudah, sekarang masuk kedalam. Tidur dulu. Jaga kesehatan untuk SPMB bulan
depan” katanya. Aku mematuhi, lalu berjalan masuk ke kamarku.
***
Aku
terbangun pukul 10.15 pagi saat seseorang mengetok pintu kamarku. Aku berjalan
dengan setengah sadar ke arah pintu, lalu membukanya. Tampak Reza berdiri
didepan pintu kamar dengan menenteng sebuah kantong plastik putih ukuran sedang.
Dia masuk, sementara aku berjalan lesu kembali ke arah kasur tipis yang tadi ku
tiduri. Mataku masih berat, namun telingaku sudah cukup mampu bekerja lagi.
Reza terdengar meletakkan kantong plastik yang dia bawa tadi diatas meja kecil
ditengah kamar ini, lalu berjalan ke arah ku dan duduk disamping kasur. Dia
lalu mulai bersuara.
“Ngapain
lu semalam?” tanyanya curiga
Aku
menjawab seadanya. “Belajar..”
“Yakin?
Nggak macam – macam kan?” tanyanya sambil terdengar tawa kecil diujung
tanyanya.
“Mata
lu” jawabku
“Oh..
iya. Tadi nyokap lu kerumah gue, ngantarin makanan.”
Mataku
langsung tersentak dan terbuka lebar mendengar itu. “Lu yakin?” tanyaku kaget.
“Iya?
Katanya beberapa hari yang lalu dia kesekolah, nanya alamat gue”
“Trus..
Trus… papa gue udah tau dong?” tanya ku ketakutan.
“Kagak,
nyokap lu minta tolong sama pihak sekolah, untuk nggak ngasih info apa – apa ke
dia.”
“Syukurlah.
Trus. Mama tau gue disini?”
“Nggak
juga. Gue bilang aja kalau lu nggak mau diganggu dulu. Jadi nggak gue kasih
tau.” Terangnya. “Itu makanannya dimakan, takut dingin.” Lanjutnya ke arah
kantong plastik putih yang dia letakkan diatas meja tadi.
Aku kemudian langsung melahap
masakan mama yang memang sudah sangat ku rindukan. Sedangkan Reza sedang sibuk
memperhatikan lingkungan sekitar kos ku melalui jendela. Beberapa lama setelah
dia sibuk mengarahkan pandangannya ke kiri dan kanan, dia kembali memulai
aksinya.
“Lu serius masih perjaka kan ya?”
tanyanya dengan tetap melihat ke luar jendela. Aku tak melihat wajahnya, tapi
sangat yakin kalau dia sedang tersenyum lebar.
“bangsat lu..”
“hehe.. semalam rame nggak sekitar
sini?”
“rame banget..” jawabku seadanya
sambil tetap menguyah makanan dimulutku
“cantik – cantik nggak?” tanyanya
penasaran.
“nggak terlalu jelas sih dari sini.
Tapi sekilas gue lihat, lumayan cantik, seksi – seksi pula.
“wah.. kalau gue tinggal disini
kayaknya nggak bakalan tahan ini”
“Syukurlah, gue nggak sebangsat lu”
“Eh.. lu masih normal kan ya? Nggak
tergoda gitu lihat yang kayak gini. Gue aja ngiler ngebayanginnya”
“Kampret lu..”
“haha..”
***
Semakin malam aku semakin kerasukan. Kata –
kata Reza tadi pagi semakin jelas terbayang – bayang dipikiranku. Dengan
pemandangan senyata ini, harusnya tak ada alasan bagiku untuk tidak mencoba.
Sorot nakal mata mereka saat melintas didepan ku yang sedang duduk pasif
dibangku panjang di depan jendela kamar, seharusnya mampu menarikku untuk
menempati salah satu dari bilik – bilik itu. Tawa renyah yang secara sengaja
diciptakan untuk menarik hasrat – hasrat ku keluar, nyatanya belum cukup sukses
membuat ku terperosot. Apa aku tak cukup lelaki untuk melakukan ini? Aku punya
kesempatan. Cukup berjalan sebentar saja, maka pembuktian diri ini akan
terjawab.
Aku tersentak dari lamunan panjang
dan tatapan kosong ku yang terarah ke barisan bilik – bilik kusam itu, saat
seorang wanita yang cukup berumur dengan pakaian serba minim mengampiriku. Otakku langsung memberitahu bahwa wanita ini
adalah salah satu dari beberapa germo, selain ibuk kos ku, yang ku lihat malam
kemaren. Dia tersenyum – senyum kecil menatapku yang secara sigap menyusun
pertahan diri. Jika dia macam – macam, aku akan segera berlari kerumah. Harus!
Namun wanita itu biasa saja, dia belum menyentuhku, dan hanya duduk dibagian
kosong bangku panjang yang ku duduki. Aku tak menoleh ke arahnya, dan lebih
memilih melihat ke samping kanan, berpura – pura memperhatikan mobil – mobil
yang lalu lalang.
“Anak baru disini ya?” dia lalu
mulai bersuara.
“Iya buk” Sekejap aku menoleh
kearahnya. Tampak wajahnya dipenuhi dengan tempelan – tempelan make up tebal.
Lalu tak kalah cepat, aku kembali mengalihkan pandanganku ke arah jalan.
“Ibuk….? panggil aja mami. Anak –
anak sini sebelumnya juga manggil gue mami”
“Iya… ma.. mi” aku terasa ingin
muntah menyebut panggilan itu untuk wanita konyol ini.
“hmm.. anak kuliah atau kerja?”
“baru tamat SMA, baru mau kuliah
buk.. eh mami” nada suara ku semakin bergetar.
“oh.. masih ingusan.”
Aku tak menjawab.
“Kayaknya anak rumahan juga nih”
lanjutnya sambil tertawa kecil diujung kalimatnya.
Aku masih diam. Namun semakin
ketakutan. Aku mulai mengusap – ngusap telapak tangaku untuk menenangkan diri.
“Belum pernah gituan kan? Pasti
belum deh? Haha…”
Wanita ini sepertinya memang sedang
berusaha menjeratku. Aku paham, namun ada dorongan dari sisi batin ku yang lain
menahan kaki ku untuk tak bergerak dan menjauh darinya. Dorongan itu bahkan
lebih dasyat dari usahaku untuk tak terjebak. Sisi putihku serasa dikepung oleh
pusaran kekuatan hasrat yang lebih kuat. Apa aku akan menghitam disini? Aku tak
ingin.
“Pengen nyoba nggak?” wanita itu
semakin berani menebar jala nya untuk menjeratku.
“nggak” aku menggeleng, namun
batinku yang lain semakin bersemangat memaksa ku. Sisi putihku masih bisa
bertahan.
“Tempat kos Buk Maya ini sudah
sering ditempati anak kos. Memang kamu yang paling kecil. Rata – rata sudah pada
kerja. Mereka yang tinggal disini sebelum kamu, jadi langganan Mami lo. Hehe..”
Aku hanya diam, bibirku berusaha
keras ku tutup melawan hasratku untuk mengatakan yang tak seharusnya. Namun
sisi hitamku semakin membesar. Candaan – candaan Reza tadi siang secara tak
sengaja menguatkan sisi hitamku itu untuk menguasai diriku sepenuhnya. Rayuan wanita dewasa
yang ada disampingku itu juga semakin sukses membuat pertahanan diriku melemah.
Tiba – tiba gambaran – gambaran apa yang akan aku rasakan di dalam bilik itu,
secara cepat menggerogoti seluruh batin ku. Pertahan diriku semakin kritis.
“Mami kasih diskon deh” dia mencoba
metode terakhirnya
Aku terperangkap, batinku berkianat.
Aku gagal menjadi Ikan yang dagingnya tetap manis di air asin. Sisi hitamku
tiba – tiba tertawa puas. Tanpa sadar kaki ku telah melangkah mengikuti wanita
itu.
***
Aku serasa tak sadar. Ragaku kini
sudah berada disalah satu bilik yang sebelumnya ku lihat dari balik jendela
atau ketika sedang duduk di kursi panjang didepannya. Seluruh jiwa ku benar –
benar sudah dikuasi hasrat ini. Tinggal sedikit sisi putih yang masih beronta-
onta namun tak lagi ku pedulikan. Aku sudah terlanjur berada dibilik ini, tak seharusnya
mundur. Benar, aku tak salah langkah kali ini.
Tiba – tiba bunyi langkah kaki
mendekat ke arah ku. Seorang wanita muda masuk ke dalam kamar melalui pintu
yang hanya ditutupi selembar kain tipis saja. Jantung ku tiba – tiba berdetak
keras saat melihat sosoknya masuk dan menghampirku. Kedua bibir tipisnya
tersenyum ke arahku, seolah memberi pertanda untuk memulai. Dia semakin
mendekat, lalu duduk disampingku, diatas kasur tipis dengan seprai seadanya.
Pandangannya tetap menatap kearahku. Detak jantungku semakin tak karuan.
Wanita itu lalu meraih tanganku dan
menggiringnya menyusuri pipinya. Lalu mengarahkanya semakin kebawah, namun tiba
– tiba seorang yang ku kenal muncul dari balik tirai pintu. Lalu berjalan
cepat, meraih tanganku dari genggaman wanita muda tadi, dan menarikku keluar
dari bilik itu. Dibalik sinar lampu yang redup, aku lihat wajah marahnya. Aku
menunduk malu atas perbuatan bodoh ku sendiri. Dia lalu menarikku lagi, menuju
rumah.
“eh.. maya dia belum bayar” Germor
tadi mengejar kami.
“Nanti gue yang bayar. Emang kampret
lu ya. Anak ingusan gini lu bawa – bawa kesana. Anjing” Jawab ibu Maya, ibu kos
ku, dengan penuh amarah. Aku merasa tertampar mendengar dia mengucapkan itu.
“Eh.. urusan gue.” Dia lalu berjalan
menjauh dari kami menuju markasnya.
Buk Maya melepaskan tanganku. Lalu
berjalan terus menuju kursi panjang didepan kamarku, dan duduk disana. Aku
mengikutinya dengan tetap menunduk.
Bersambung….
2 komentar:
Incredible! This blog looks just like my old one! It's on a entirely different topic but it has pretty much the same page layout and design. Wonderful choice of colors! facebook log in facebook
KUMPULAN SITUS SEPUTAR FILM BIOSKOP DAN LIVE STREAMING BOLA YANG TERUPDATE SETIAP HARI NYA :
http://layarkaca21indo.com/ >>> situs kumpulan film bioskop terbaru dan terupdate Setiap Hari Nya
http://dramasemi.com/ >>> Situs Perkumpulan Film Biskop Drama Semi Terupdate Setiap Hari Nya Dan Yang Bakal Membuat Anda Semakin Berimajinasi Saat Menonton nya ^_^
http://lihatbola.com/ >>> situs LIVE STREAMING bola online HD , TV streaming , dan lain lain tanpa lemot dan tanpa jedah
Posting Komentar
Tuliskan komentarnya disini ya...