Pak
Malik melangkah keluar dari kelas. Beberapa siswa juga bergegas menuju kantin.
Telat sedikit saja, kemungkinan tidak dapat meja kosong di Kantin favorit
semakin besar, dan terpaksa mengungsi ke Kantin lain yang terkadang tak cocok
dilidah. Aku dan bayu dan dua teman lain juga bergegas menuju Kantin Bu Ita
yang terletak didekat parkiran. Perutku benar-benar sudah keroncongan sejak
tadi. Sebelum bergegas ke Kantin tadi aku sempat melihat Kikan. Dia sedang
asyik mengobrol dan sepertinya juga sedang siap-siap menuju Kantin bersama
teman semejanya, Sari. Jadi aku tak perlu kuatir kalau dia akan kesepian di
sekolah barunya ini.
Di Kantin sembari menunggu pesanan
datang, Bayu mulai melanjutkan introgasinya. Dia tampaknya masih penasaran
mengapa aku bisa kenal Kikan duluan.
“Jadi benar lu udah kenal Kikan
sebelumnya, ndra?”
“Masih penasaran aja lu.. haha…”
“Jadi?” Desaknya
“Iya..” jawabku sambil cengegesan
Teman-teman lain mulai menyimak juga
pembicaraan kami
“Kenal dimana?” lanjutnya
“Kami itu tetangga. Dia kemaren baru
aja pindah ke rumah samping rumah gue itu”
“Oh.. rumah yang baru siap itu?”
“Iya..”
“Hmm”
Akhirnya pesanan kamipun tiba. Dua
Mie Ayam, Dua Nasi Goreng, dan Empat Es Teh. Aku tak sabar lagi menghabiskan
nasi goreng, telur mata sapi, lengkap dengan tomat dan lobak itu. Namun baru
mau menyuapnya, tiba-tiba Kikan datang menghampiri mejaku bersama teman-teman
barunya.
“Hi, ndra. Makan disini juga?”
“Eh.. Kan. Sari, Nana, Ani” Sapaku pada mereka.
“Oh.. iya. Kenalin Kan, ini teman2
Sekelas kita juga” Lanjutku. Aku tau dari tadi pagi mereka memang ingin kenalan
dengan Kikan. Tak ada salahnya berbagi kebahagiaan.
Teman-teman ku satu persatu
memperkenalkan diri pada Kikan. Bayu tampak yang paling gugup diantara mereka. Sembari
menunggu giliran bersalaman dengan Kikan, sesekali dia menggaruk-garuk
kepalanya yang ku yakin sebenarnya tidak gatal itu. Dikeningnya juga kulihat
butiran-butiran keringat menggantung. Selesai memperkenalkan diri, Kikan pamit
menuju meja yang cukup jauh dari mejaku. Samar-samar aku dengar dia juga di
introgasi dengan pertanyaan yang sama yang ku dapat dari Bayu. Aku hanya
tersenyum terus memperhatikan langkah Kikan menjauh. Namun tiba-tiba ku dengar
suara Bayu mengangetkan ku.
“Gue yakin nih.. lu suka sama Kikan
kan?” Sorot matanya tajam, seperti seorang polisi yang sedang mengintrogasi
tahanan.
“Hmm.. mmm... nggak ah…” jawabku
gugup
“Kalau jawabnya model begitu,
berarti iya” sambarnya
“Iya deh.. hehe..”
Sorry
Bay lanjutku dalam hati
“Yah.. gagal sebelum memulai gue.”
“Lu sama Sari aja. Gue lihat dia
sering perhatikan lu. Tatapan matanya itu beda. Hehe…”
“Dia bukan type gue kali..” jawab
nya terlihat panik.
“Ha..ha..” Kami semua tertawa
serentak
“Oh.. iya.. ntar pulang sekolah kalian
harus dengar kocekan gitar gue.. gue butuh masukan” Bayu mencoba mengganti
topik
“Gimana gue mau menilai, gue aja
nggak bisa main gitar” jawabku
“Lu dengar aja. Biar Bagas sama Abu
yang nilai gue..”
“Aman.. “ Jawab Bagas
“Oh iya.. Gue sama Indra rencana mau
bikin band nih.. Kalian mau gabung nggak?”
“Eh.. gue belum pasti ya?” sambar
ku.
“Udah.. lu nggak usah mikir-mikir
lagi deh..Gimana Gas, Abu? Mau nggak?”
“Mau banget gue..” Jawab Bagas
dengan Yakin. Sejak pandai menggebuk drum, dia memang sudah berniat membuat
band
“Gue juga” tambah Abu yang mulai
mahir memainkan Bass itu.
“Jadi lu, sang covalist, nggak ada
alasan lagi buat nolak ndra” paksa Bayu.
Tanpa sadar makanan didepan kamipun
habis tanpa sisa. Beberapa dekit kemudian Bel tanda masuk kembali menggema.
Kamipun bergegas masuk ke kelas.
***
Sepulang dari rumah Bayu untuk
mendengarkan kocekan gitarnya yang semakin mahir saja, Aku bergegas menuju
kamar untuk istiraat sebentar. Syukur-syukur bisa melanjutkan mimpi yang tadi
pagi sedikit menggantung. Selesai mengganti pakaian, aku lalu menghidupkan
kipas angin, dan segera meloncat ke tempat tidur. Baru mau memejamkan mata, ku dengar
lantunan musik dari band yang kala itu sedang naik daun, Sheila On 7, keluar
dari kamar Kikan. Aku lalu bangkit, dan mengintip dari balik tirai jendelaku.
Dia terlihat jelas dari sana. Berdiri di depan jendelanya, sedang mengatur equalizer dan memutar-mutar volume tape
nya yang sedang memutarkan lagu “Anugrah terindah yang pernah kumiliki” itu.
Aku lalu putar badan, dan kembali ke
tempat tidur. Namun mataku tak bisa lagi ku pejamkan. Pikiranku penuh dengan
bayangan-bayangan tentang Kikan tadi disekolah. Dia semakin ramah, dan kami
semakin akrab. Selain itu, dari kasur, ku dengar jelas Kikan beberapa kali
memutar lagu yang sama. Hanya selang beberapa lagu lain, dia kembali memutar
lagu Sheila On 7 itu, seperti tak pernah bosan.
Saat itu aku tau kalau Kikan sangat menyukai lagu itu. Sekita itu juga
sebuah ide muncul di kepala ku. Aku bergegas lari ke lantai satu menuju telepon
rumah yang terletak dibawah disamping tangga. Aku bergegas mencari buku kecil
yang biasa dipakai untuk mencatat nomor-nomor keluarga atau teman, lalu mencari
nomor telpon rumah Bayu, dan segera menghubunginya.
Dari ujung telpon ku dengar suara
Bayu.
“Halo Bay, ini gue, Indra.”
“Oh.. kenapa ndra?”
“Lu ajaran gue main gitar ya. Bisa
kan?”
“Bisalah. Tapi kenapa mendadak
pengen belajar gitar gini?” Tanya bayu penasaran
“Kapan-kapan gue ceritain. Tapi besok pulang
sekolah ya, kita langsung ke rumah lu” Pintaku dengan paksa.
“Iya deh, buru-buru amat”
“Ok.. bye..” aku langsung menutup
ganggang telpon
Ya, aku ingin buat Kikan terkesan
denganku. Aku ingin belajar gitar, dan menyanyikan lagu itu untuknya dengan
gitar yang ku petik sendiri. Ide itu sendiri muncul dari cuplikan sinetron di
TV yang ku tonton beberapa malam yang lalu bersama Kak Maya di ruang tamu.
Sebuah ide gila untuk aku yang baru pertama kali merasakan cinta.
***
Sejak hari itu ku paksa Bayu untuk
mengajariku setiap hari di rumahnya, atau disekitar taman kota dimana biasanya
anak-anak muda berkumpul. Aku tak ingin belajar dirumah. Aku ingin Kikan
melihatku sudah pandai bermain gitar saja. Dia tak perlu melihat prosesnya.
Selain itu, Bayu sendiri sangat
penasaran dengan tujuan ku yang terburu-buru ingin cepat bisa bermain gitar
begitu. Aku tak ingin dia mengajari ku dari dasar dengan mengenal kunci demi
kunci terlebih dahulu, tapi langsung mengajariku khusus untuk lagu itu,
“Anugrah terindah yang pernah kumiliki”. Dia semakin bingung
“Lu kenapa sih ndra? Belajar itu
butuh proses”
“Udah.. lu nggak usah banyak komplain,
ajarin aja gue untuk lagu itu. Ntar kapan-kapan gue ceritain. Ok?”
“Ya udah deh”
Jadilah selama seminggu lebih setiap
hari aku diajarin bayu memainkan gitar untuk lagu itu saja. Aku memang ingin
benar-benar mahir mengocek gitar untuk lagu apapun. Tapi untuk misi yang satu
ini, tak bisa ditunda lagi. Waktu begitu mendesak, sebelum Kikan akhirnya bosan
sendiri dengan lagu itu. Kalau dia sudah bosan, maka momentnya tak akan pas lagi. Tak mudah memang, jariku kesakitan
dipaksa bekerja keras tanpa adaptasi sedikitpun. Tapi hasilnya, aku sukses
memainkan lagu itu.
“Ok, kayaknya udah pas, cepat juga
ya lu belajar.”
“Benarin nih sudah pas? Wah..”
“Iya.. dan sekarang ceritain ke
gue.. kenapa?” paksanya mengintrogasiku.
“hmm.. tiga hari lagi deh gue
ceritain..”
“ok.. gue tunggu”
“Tapi besok lu temanin gue ke toko
buat beli gitar baru. Gimana?”
“Ok..” nada bicaranya terdengar
aneh.
Dua hari lagi aku akan menjalankan
misi rahasia ini, bahkan Bayupun tak tau. Aku tak ingin dia tau niatku. Aku tau
dia suka juga dengan Kikan. Jika dia tau kalau Kikan suka lagu itu, dan aku
belajar gitar untuk Kikan, aku takut dia akan berpikir dua kali untuk
mengajariku. Misi dua hari lagi itu harus sukses.
***
Sore itu sangat bersahabat. Tak
panas tak hujan pula. Aku bergegas menuju lantai 3 rumah ku untuk memulai
konser spesialku untuk Kikan. Sebelum ke lantai 3 tadi aku sempat mengintip ke
arah Kamarnya melihat apa yang sedang dia lakukan. Dia terlihat sibuk di meja
belajarnya sedang menulis sesuatu. Selain itu, tapenya sedang mati, berarti dia
pasti bisa mendengarku nanti.
Dengan tarikan nafas yang cukup
panjang, aku mulai memetik gitarku. Intro terdengar mulus dan jernih. Ketika
sampai saatnya, ku tarik sekali lagi nafas panjang, dan mulai menandungkan bait
pertamanya.
Melihat
tawamu
Mendengar
senandungmu
Terlihat
jelas dimataku
Warna-warna
indahmu
Kurasa
suaraku, mengalun kompak dengan suara gitar yang kumainkan. Ku lanjutkan bait
demi baik sambil memejamkan mataku merasakan indahnya Irama dan lirik lagu itu.
Dari setiap bait demi bait yang ku lafaskan bayangan wajah, dan senyum Kikan
tergambar dipikanku.
Menatap
langkahmu
Meratapi
kisah hidupmu
Terlihat
jelas bahwa hatimu
Anugrah
terindah yang pernah kumiliki
Aku
kemudian membuka mataku, sembari terus mengocek gitar. Ketika itulah, ku lihat
Kikan berdiri juga dilantai 3 rumahnya, melihat kearahku, dan tersenyum.
Bersambung……..
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentarnya disini ya...