Asep Maulana bergerak satu langkah meninggalkan gerbang Desa Guntur. Gerbang yang memisahkan desa itu dengan dunia luar. Di balik gerbang itu berlaku satu aturan yang membatasi warga dari perkembangan zaman. Bagi Asep, setiap kali melewati gerbang janur kelapa itu, dia serasa melewati mesin waktu yang membawanya pada masa yang berbeda.
Dia terus melangkah menuju Desa Lontar, desa terdekat dari desanya. Tak lama, cukup dengan berjalan kaki sekitar sepuluh menit, dia sampai di desa itu. Asep langsung disambut barisan tiang listrik yang berjajar di kakan dan kiri jalan beraspal. Untaian kabel-kabel hitam menjalar ke rumah-rumah berdinding bata. Sesuatu yang tidak akan pernah ditemukan di Desa Guntur. Rumah-rumah itu hampir seperempatanya merupakan milik mantan warga Desa Guntur yang membelot.